Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum
membantah menerima pemberian berupa rumah oleh mantan Bendahara Umum Partai
Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Hal itu diungkapkan Anas saat memberikan
keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu
(23/3/2016). Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut dari
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan,apakah Anas pernah berencana
membeli rumah di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.Jaksa kemudian bertanya,
apakah pembelian rumah tersebut dibiayai oleh Nazaruddin.
Ingat saya, di Duren Tiga itu bukan rumah. Saya pernah datang bersama dengan seorang broker, itu statusnya tanah bukan membeli rumah. "Kata Anas kepada Jaksa. Anas tidak menjelaskan secara jelas maksud tujuan ia bertemu dengan broker tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa broker tersebut adalah temannya. Anas juga mengakui pernah bertemu langsung dengan penjual tanah, namun ia tidak ingat apakah pertemuan tersebut juga bersama Nazaruddin didakwa mengalihkan harta kekayaannya untuk membeli sejumlah saham, tanah, dan bangunan, serta menampungnya di sejumlah rekening.
Dalam berkas dakwaan, terungkap bahwa Nazar menggunakan nama orang lain untuk membuka rekening dan menampung harta kekayaannya, berapa di antaranya, harta kekayaan Nazaruddin dengan sengaja ditempatkan ke dalam penyedia jasa keuangan menggunakan rekening atas nama orang lain dan rekening perusahaan di Permai Grup, yang seluruhnya sebesar Rp 50,2 miliar. Selain itu, Nazar juga menyamarkan harta kekayaannya dengan membeli sejumlah tanah dan bangunan di Jakarta Selatan dengan total Rp 33,19 miliar.
III.
Dalam Aspek Ekonomi
1. Korupsi
Mengurangi Nilai Investasi
Korupsi membuat
sejumlah investor kurang percaya untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan
lebih memilih menginvestasikannya ke negara-negara yang lebih aman seperti Cina
dan India. Sebagai konsekuensinya, mengurangi pencapaian actual growth dari
nilai potential growth yang lebih tinggi.
2. Korupsi
Mengurangi Pengeluaran pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan
Akibat korupsi
pendapatan pemerintah akan terpangkas bahkan lebih dari 50%, sebagai contoh
kasus dugaan korupsi Presiden Soeharto yang tidak kunjung kelar yang di
sinyalir menggelapkan uang negara sekitar 1,7 triliun. Agar pengeluaran
pengeluaran pemerintah tidak defisit maka di lakukan pengurangan pengeluaran
pemerintah.
3. Korupsi
mengurangi pengeluaran untuk biaya operasi dan perawatan dari infrastruktur
4. Korupsi
menurunkan produktivitas dari investasi publik dan infrastruktur suatu negara
5. Korupsi
menurunkan pendapatan pajak
Sebagai contoh kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai
golongan 3A, yang menggelapkan pajak negara sekitar Rp 26 miliar. Dengan
demikian pendapatan pemerintah dari sektor pendidikan akan berkurang Rp 26
miliar, itu hanya kasus gayus belum termasuk kasus makelar pajak lainnya.
IV.
Dalam Aspek Hukum
Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat
(1) UU TPK menyatakan bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
tujuan dari praktek-praktek diatas tercantum dalam pasal 3 yang menyatakan
bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian Negara.
Landasan
perundang-undangan Negara tentang korupsi adalah sebagai berikut:
TAP
MPR-RI No. XI/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 tentang penyelenggaraan Negara
yang bersih, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme; terdiri 4 pasal yang
berbunyi sebagai berikut
Pasal
1
Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republic Indonesia berketetapan untuk memfungsikan
secara proporsional dan benar lembaga tertinggi negara, lembaga kepresidenan,
lembaga tinggi Negara lainnya, sehingga penyelenggara negara berlangsung sesuai
dengan undang-undang dasar 1945.
Pasal
2
1. Penyelenggara
pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan
baik dan bertanggung jawab kepada
masyarakat, bangsa dan negara
2. Untuk
menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggaraan Negara harus jujur,
adil, tebuka dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dan nepotisme.
Pasal
3
1. Untuk
menghindari praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, harus bersumpah
sesuai dengan agamanya harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaan
sebelum dan sudah menjabat.
2. Pemeriksaan
atas kekayaan sebagaimana dimaksud kepada
ayat 1 di atas dilakukan oleh suatu lembaga yang debentuk oleh kepala
Negara yang keanggotaannya terdiri dari pemerintah dan masyrakat.
3. Upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dengan melaksanakan
secara konsisten undang-undang tindak pidana korupsi.
Pasal
4
Upaya
pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas
siapapun juga, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta / konglomerat termasuk
presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan
hak-hak asasi manusia.
http://nasional.kompas.com/read/2016/03/23/14533151/Anas.Urbaningrum.Bantah.Dibelikan.Rumah.oleh.Nazaruddin