Tuesday, March 15, 2016

Kasus Korupsi dalam Aspek Ekonomi dan Hukum di Indonesia

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum membantah menerima pemberian berupa rumah oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Hal itu diungkapkan Anas saat memberikan keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (23/3/2016). Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan,apakah Anas pernah berencana membeli rumah di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.Jaksa kemudian bertanya, apakah pembelian rumah tersebut dibiayai oleh Nazaruddin. 


Ingat saya, di Duren Tiga itu bukan rumah. Saya pernah datang bersama dengan seorang broker, itu statusnya tanah bukan membeli rumah. "Kata Anas kepada Jaksa. Anas tidak menjelaskan secara jelas maksud tujuan ia bertemu dengan broker tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa broker tersebut adalah temannya. Anas juga mengakui pernah bertemu langsung dengan penjual tanah, namun ia tidak ingat apakah pertemuan tersebut juga bersama Nazaruddin didakwa mengalihkan harta kekayaannya untuk membeli sejumlah saham, tanah, dan bangunan, serta menampungnya di sejumlah rekening.


 Dalam berkas dakwaan, terungkap bahwa Nazar menggunakan nama orang lain untuk membuka rekening dan menampung harta kekayaannya, berapa di antaranya, harta kekayaan Nazaruddin dengan sengaja ditempatkan ke dalam penyedia jasa keuangan menggunakan rekening atas nama orang lain dan rekening perusahaan di Permai Grup, yang seluruhnya sebesar Rp 50,2 miliar. Selain itu, Nazar juga menyamarkan harta kekayaannya dengan membeli sejumlah tanah dan bangunan di Jakarta Selatan dengan total Rp 33,19 miliar.

 III.            Dalam Aspek Ekonomi
1.      Korupsi Mengurangi Nilai Investasi
Korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan lebih memilih menginvestasikannya ke negara-negara yang lebih aman seperti Cina dan India. Sebagai konsekuensinya, mengurangi pencapaian actual growth dari nilai potential growth yang lebih tinggi.
2.      Korupsi Mengurangi Pengeluaran pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan
Akibat korupsi pendapatan pemerintah akan terpangkas bahkan lebih dari 50%, sebagai contoh kasus dugaan korupsi Presiden Soeharto yang tidak kunjung kelar yang di sinyalir menggelapkan uang negara sekitar 1,7 triliun. Agar pengeluaran pengeluaran pemerintah tidak defisit maka di lakukan pengurangan pengeluaran pemerintah.
3.      Korupsi mengurangi pengeluaran untuk biaya operasi dan perawatan dari infrastruktur
4.      Korupsi menurunkan produktivitas dari investasi publik dan infrastruktur suatu negara
5.      Korupsi menurunkan pendapatan pajak
Sebagai contoh kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai golongan 3A, yang menggelapkan pajak negara sekitar Rp 26 miliar. Dengan demikian pendapatan pemerintah dari sektor pendidikan akan berkurang Rp 26 miliar, itu hanya kasus gayus belum termasuk kasus makelar pajak lainnya.

 IV.            Dalam Aspek Hukum
Dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat (1) UU TPK menyatakan bahwa Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, tujuan dari praktek-praktek diatas tercantum dalam pasal 3 yang menyatakan bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara.

Landasan perundang-undangan Negara tentang korupsi adalah sebagai berikut:
TAP MPR-RI No. XI/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih, bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme; terdiri 4 pasal yang berbunyi sebagai berikut
Pasal 1
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republic Indonesia berketetapan untuk memfungsikan secara proporsional dan benar lembaga tertinggi negara, lembaga kepresidenan, lembaga tinggi Negara lainnya, sehingga penyelenggara negara berlangsung sesuai dengan undang-undang dasar 1945.
Pasal 2
1.      Penyelenggara pada lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif  harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung  jawab kepada masyarakat, bangsa dan negara
2.      Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggaraan Negara harus jujur, adil, tebuka dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dan nepotisme.
Pasal 3
1.      Untuk menghindari praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, harus bersumpah sesuai dengan agamanya harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaan sebelum dan sudah menjabat.
2.      Pemeriksaan atas kekayaan sebagaimana dimaksud kepada  ayat 1 di atas dilakukan oleh suatu lembaga yang debentuk oleh kepala Negara yang keanggotaannya terdiri dari pemerintah dan masyrakat.
3.      Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan secara tegas dengan melaksanakan secara konsisten undang-undang tindak pidana korupsi.
Pasal 4
Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas siapapun juga, keluarga dan kroninya maupun pihak swasta / konglomerat termasuk presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia.

http://nasional.kompas.com/read/2016/03/23/14533151/Anas.Urbaningrum.Bantah.Dibelikan.Rumah.oleh.Nazaruddin