Sunday, October 8, 2017

Ethical Governance

Kevin Agam Priyadi
25214820
4eb22

1.      Governance System
Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata, yaitu sistem dan pemerintahan. Sistem berarti keseluruhan yang terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun keseluruhan. Dengan demikian hubungan tersebut menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang berakibat jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan memengaruhi keseluruhan tersebut. Pemerintahan dalam arti luas mempunyai pengertian segala urusan yang dilakukan negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyat dan kepentingan negara itu sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan sistem pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antar tembaga-lembaga negara dalam rangka penyelenggaraan negara. 
Menurut Moh. Mahfud MD, sistem pemerintahan negara adalah mekanisme kerja dan koordinasi atau hubungan antara ketiga cabang kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif (Moh. Mahfud MD, 2001:74).

2.      Budaya Etika
Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Bagaimana budaya etika diterapkan? Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis yaitu:
·         Menetapkan credo perusahaan. Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
·         Menetapkan program etika. Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
·         Menetapkan kode etik perusahaan. Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.


3.      Mengembangkan Etika Struktur Korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

4.      Kode Perilaku Korporasi
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, suatu perusahaan perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Kode perilaku korporasi (Code of Conduct) adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Kode perilaku korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya, karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam menjalankan usahanya. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
·         Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
·         Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
·         Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.


5.      Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.

6.      Kesimpulan
Lemahnya tata kelola perusahaan mengakibatkan semakin maraknya kasus kejahatan kerah putih yang melibatkan oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Hal tersebut dilakukan secara terorganisir dan dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi bahkan memiliki jabatan tinggi. Menurut saya, penting sekali meningkatkan kualitas pengawasan dalam perusahaan, tentu perlu adanya juga tindakan yang nyata untuk meminimalisir timbulnya kecurangan penyalahgunaan, sehingga kejahatan-kejahatan yang diakibatkan oleh minimnya system good corporate governance dapat segera teratasi dan tidak dapat terulang kembali.

Sumber

No comments:

Post a Comment