Berbicara mengenai rumah makan
padang, biasanya yang di ingat menunya yang memicu kolestrol naik namun
menggugah selera makan.
Mungkin
mendengar nasi padang kita bisa temukan di berbagai tempat manapun, dengan menu
yang biasa dihidangkan yaitu Rendang, Cincang, Daun singkong, sayur nangka dan
terutama sambel cabe ijonya.
Tapi,
lupakan persoalan itu dulu. Pernahkah bertanya dan memperhatikan porsi nasi
putih yang diberikan rumah makan padang berbeda saat makan di tempat dengan
dibungkus. Porsi nasi Padang yang dibungkus jauh lebih banyak daripada makan di
tempat.
Saat
mendaratkan kaki di rumah makan atau restoran padang dan memutuskan unutk makan
disana tanpa membawa pulang, biasanya disuguhi setangkup nasi putih yang
ditaburi lauk yang dipilih. Biasanya, porsi nasinya sedikit, hanya satu centong
batok berukuran kecil. Barangkali, ucapan ‘Tambuah ciek’, sering diteriakan
kepada pelayan yang nantinya pelayan akan memberikan satu porsi kecil nasi di
atas piring kecil disiram kuah gulai.
Namun,
saat memutuskan untuk membeli nasi padang ‘take away’, biasanya porsi nasinya
dua centong batok atau lebih. Ini jauh lebih banyak dari pada makan ditempat.
Konon
ceritanyaa.. dulu, saat jaman Belanda yang dapat menikmati masakan padang di rumah
makan padang adalah orang-orang elite. Seperti Saudagar kaya dan kolonial
Belanda. Mereka itu biasanya yang meramaikan rumah makan padang dahulunya.
Namun,
pemilik rumah makan padang ingin orang- orang pribumi dapat menikmati masakan
daerahnya senndiri. Jadi di akali dengan dibungkus. Orang- orang pribumi dapat
menikmati makanan daerahnya sendiri dengan tidak makan di tempat. Dulunya juga
rumah makan padang dikenal rumah makan Ampera, karena jauh lebih murah dari
rumah makan biasa.
Oke..
itu sekilas asal muasal nasi padang, intinya mau makan di tempat atau di
bungkus semua sama aja asal tinggal diliat banyakan mana porsinya haha
No comments:
Post a Comment