Tuesday, October 21, 2014

Behind the Scene of Nasi Padang



Berbicara mengenai rumah makan padang, biasanya yang di ingat menunya yang memicu kolestrol naik namun menggugah selera makan.
Mungkin mendengar nasi padang kita bisa temukan di berbagai tempat manapun, dengan menu yang biasa dihidangkan yaitu Rendang, Cincang, Daun singkong, sayur nangka dan terutama sambel cabe ijonya.
Tapi, lupakan persoalan itu dulu. Pernahkah bertanya dan memperhatikan porsi nasi putih yang diberikan rumah makan padang berbeda saat makan di tempat dengan dibungkus. Porsi nasi Padang yang dibungkus jauh lebih banyak daripada makan di tempat. 

Saat mendaratkan kaki di rumah makan atau restoran padang dan memutuskan unutk makan disana tanpa membawa pulang, biasanya disuguhi setangkup nasi putih yang ditaburi lauk yang dipilih. Biasanya, porsi nasinya sedikit, hanya satu centong batok berukuran kecil. Barangkali, ucapan ‘Tambuah ciek’, sering diteriakan kepada pelayan yang nantinya pelayan akan memberikan satu porsi kecil nasi di atas piring kecil disiram kuah gulai.

Namun, saat memutuskan untuk membeli nasi padang ‘take away’, biasanya porsi nasinya dua centong batok atau lebih. Ini jauh lebih banyak dari pada makan ditempat.

Konon ceritanyaa.. dulu, saat jaman Belanda yang dapat menikmati masakan padang di rumah makan padang adalah orang-orang elite. Seperti Saudagar kaya dan kolonial Belanda. Mereka itu biasanya yang meramaikan rumah makan padang dahulunya.

Namun, pemilik rumah makan padang ingin orang- orang pribumi dapat menikmati masakan daerahnya senndiri. Jadi di akali dengan dibungkus. Orang- orang pribumi dapat menikmati makanan daerahnya sendiri dengan tidak makan di tempat. Dulunya juga rumah makan padang dikenal rumah makan Ampera, karena jauh lebih murah dari rumah makan biasa.

Oke.. itu sekilas asal muasal nasi padang, intinya mau makan di tempat atau di bungkus semua sama aja asal tinggal diliat banyakan mana porsinya haha

No comments:

Post a Comment